RSS

Arsip Harian: 18 Agustus 2009

17 AGUSTUS 1945, SEBUAH RENUNGAN ABSURD DI HARI KEMERDEKAAN RI

RENUNGAN ABSURD DI HARI KEMERDEKAAN RI

64 tahun Indonesia Merdeka.

Dari Sabang sampai Merauke
Berjajar pulau-pulau
Sambung menyambung menjadi satu
Itulah Indonesia

Menunggu

Menunggu

Begitulah bait-bait syair lagu perjuangan yang sering dikumandangkan pada saat-saat seperti sekarang. Menggambarkan jiwa dan semangat kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang didasari persatuan dan kenyataan tentang keaneka-ragaman masyarakat Indonesia yang mendiami ribuan pulau.

Kesadaran atas keragaman ini merupakan modal dasar dalam mengembangkan sistem berbangsa dan bernegara. Indonesia bukan hanya Jawa. Indonesia Merdeka memiliki ratusan suku, budaya, bahasa, adat dan sistem yang berbeda. Semua disatukan dengan nama Indonesia.

Alangkah baiknya jika kita merenung sejenak, menatap sejarah masa lalu yang menghantarkan bangsa kita ke titik seperti sekarang ini. Rangkaian renungan merupakan suara hati nurani.

Mengapa kolonialisme begitu lama mencengkeram bangsa ini?

Karena bangsa ini mudah diadu domba dan dipecah-belah.

Mengapa bangsa ini begitu mudah diadu domba dengan politik “devide et impera”?

Karena bangsa ini miskin, sehingga dengan iming-iming harta dan kedudukan, banyak yang rela membantu lawan. Para pahlawan jatuh oleh rekan dan saudara sebangsa sendiri.

Mengapa bangsa ini miskin?Bukankah ada penguasa daerah/wilayah?

Karena para penguasa daerah tidak memikirkan kesejahteraan rakyat, saling berebut kekuasaan dan mengabaikan tanggung jawab menjaga keselamatan dan kemakmuran rakyat.

Mengapa penguasa wilayah demikian lalai dengan tanggung-jawabnya, bahkan saling berebut kekuasaan?

Karena pribadi penguasa daerah tenggelam dalam kenikmatan harta, tahta dan wanita.

Mengapa penguasa daerah bisa tenggelam dalam lingkaran setan harta, tahta dan wanita?

Karena mereka tidak mampu berpikir arif melihat perubahan dunia, tidak waspada terhadap musuh yang lebih serakah dari diri mereka sendiri.

Mengapa penguasa daerah tidak bisa berpikir arif, tidak menyadari keberadaan musuh yang mengancam?

Karena mereka tidak mendengarkan nasehat yang baik, lebih menyukai sanjungan daripada kritik.

Mengapa rakyat tidak mengajak penguasa bangkit melawan kolonialisme?

Rakyat luar Jawa sudah bangkit melawan kolonialisme sejak kemunculan awalnya. Penguasa di Jawa yang menentang kolonialisme sejak awal hanya Sultan Demak. Namun sejak Pajang berdiri, penguasa kerajaan tidak memikirkan ancaman kolonialisme, kecuali sedikit sekali. Sedangkan rakyat di jawa hanya menunggu titah raja.

Mengapa rakyat Jawa harus menunggu titah raja? Bukankah mereka bisa bergerak sendiri?

Karena unggah-ungguh Jawa melarang rakyat mendahului langkah raja. Sementara penguasa daerah di luar Jawa lebih terbuka mengambil keputusan, para penguasa Jawa menunggu wangsit.

Mengapa penguasa Jawa menunggu wangsit?

Karena menurut filsafat Jawa diri ini adalah jagad alit, sementara alam semesta adalah jagad gede. Wangsit datang dari jagad gede kepada jagad alit raja. Kalau ada wangsit, barulah raja bertindak dan rakyat ikut bersama.

Apakah melawan kolonialisme dan ketidakadilan harus menunggu wangsit?

Yang ini tidak bisa dijawab…. karena jawabanku juga menunggu wangsit… ha..ha…

*******

 
11 Komentar

Ditulis oleh pada 18 Agustus 2009 inci Opini

 

Tag: , , , , , , ,